PULAU MADURA
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.250 km
2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk sekitar 4 juta jiwa.
Madura dibagi menjadi empat kabupaten, yaitu:
- Bangkalan
- Sampang
- Pamekasan
- Sumenep
Pulau ini termasuk provinsi Jawa Timur dan memiliki nomor kendaraan bermotor sendiri, yaitu “M”.
Ciri khas orang madura:
1. perawakan mereka yang sedikit keras
2. laki laki di madura identik degan kumis tebal, pakaian khas, serta celuritnya
3. mempunyai logat bahasa yang unik
4. menyukai warna yang mencolok
5. suka terhadap aksesoris yang meriah dan warna warni
6. kuat akan agamanya (islam)
Budaya daerah madura
ragam budayayang dimiliki oleh suku maduramemang sangat banyak sekali, saya akan memjelaskan beberapa
Yang pertama adalah acara perkawinan :
Prosesi Adat ( Lamaran )
Sebelum dilakukan lamaran biasanya di Madura didahului dengan adanya :
~ Ngangini ( memberi angin / memberi kabar )
~ Arabar pagar ( membabat pagar / perkenalan antar orang tua)
~ Alamar nyaba ” Jajan ”
~ Ater tolo ( mengantar bedak perlengk.apan kecantikan, beras, pakaian adat untuk lebaran )
~ Nyeddek temmo ( menentukan tanggal hari H perkawinan ).
Acara Sebelum dan Pada Saat Perkawinan
Perawatan untuk calon mempelai wanita, 40 hari sebelum melangsungkan pernikahan biasanya calon mempelai wanita Madura
sudah dipingit artinya dilarang meninggalkan rumah, dalam masa ini
biasanya calon mempelai melakukan perawatan-perawatan tubuh dengan:
~ Meminum ramuan jamu Madura.
~ Untuk perawatan kulit menggunakan:
~ Bedak penghalus kulit
~ Bedak dingin
~ Bedak mangir wangi
~ Bedak kamoridhan
~ Bedak bida, Yang berkhasiat:
~ Menjaga kesehatan kulit
~ Menghaluskan kulit muka
~ Menjadikan kulit langsat kuning
~ Menghilangkan bau badan dll.
Menghindarkan
makanan yang banyak mengandung air misalnya buah-buahan ( nanas,
mentimun, pepaya, ) Perawatan rambut wangi-wangian menggunakan dupa.
Upacara Pernikahan
Pada saat melangsungkan pernikahan calon mempelai pria mengenakan beskaic blangkon, dan kain panjang dengan diiringi oleh orang tua, pini sepuh dan kerabat keluarga.
Sedangkan
untuk calon mempelai wanita menggunakan kebaya dan kain panjang dengan
dandanan sederhana. Upacara Akad Nikah dilaksanakan oleh penghulu dengan
dua orang saksi ( Ijab Kabul ) dengan disaksikan oleh para undangan
yang pada umumnya dengan mas kawin berupa Al Qur’an dan Sajadah ( bentuk
apa saja menurut kehendak ) dan selanjutnya dengan syukuran bersama.
Maka resmilah anak gadisnya menjadi istri dari anak keluarga
laki-lakinya. Kemudian mempelai laki-laki pulang dulu kerumahnya
dilanjutkan dengan resepsi pernikahan pada malam harinya.
Yang kedua ada proses upacara pelet kandung
Ketika masa kehamilannya telah mencapai
tujuh bulan, maka keluarganya akan menghubungi dukun baji untuk
memberitahukan dan sekaligus memintanya menjadi pemimpin upacara pelet kandung. Selain itu, pihak keluarga juga menyampaikan undangan kepada para kerabat dan tetangga terdekat untuk ikut menghadiri upacara.
Upacara diawali dengan pembacaan ayat-ayat Al Quran (Surat Yusuf dan
Maryam) oleh para undangan laki-laki yang dipimpin oleh seorang Kyae.
Sementara mereka membaca ayat-ayat Al Quran, di dalam bilik perempuan
yang mengandung itu mulai dilaksanakan prosesi pelet
kandung. Dukun baji mulai memelet atau memijat bagian perut perempuan
tersebut dengan menggunakan minyak kelapa. Maksud dari tindakan ini
adalah untuk mengatur posisi bayi di dalam kandungan.
Saat
si perempuan hamil sedang dipelet, para kerabatnya yang perempuan, secara bergantian mendatangi dan mengusap perutnya. Sambil
mengusap perut, mereka memanjatkan doa dan harapan agar si perempuan
beserta bayi yang dikandungnya selalu dalam lindungan Tuhan.
Usai
dipelet, perempuan hamil tersebut dibimbing oleh sang dukun baji ke
tempat seekor ayam yang sebelumnya telah diikat pada salah satu kaki
tempat tidur. Saat berada di dekat ayam, si perempuan hamil diharuskan
untuk menyepak hingga sang ayam kesakitan dan berbunyi “keok”.
Selanjutnya ayam yang masih terikat itu dilepaskan dan dikurung di
belakang rumah. Apabila upacara telah selesai, ayam itu akan diserahkan
kepada dukun baji sebagai ucapan terima kasih.
Lalu, perempuan hamil itu kemudian diselimuti dengan kain
putih dan diminta untuk menginjak sebutir kelapa muda dengan kaki kanan.
Selanjutnya, ia diminta lagi untuk menginjak telur mentah dengan kaki
kiri. Apabila telur berhasil dipecahkan, maka bayi yang dikandung
diramalkan akan berjenis kelamin laki-laki. Namun, apabila telur tidak
berhasil dipecahkan, sang dukun akan mengambil dan menggelindingkannya
dari perut perempuan hamil itu. Saat telur pecah, orang-orang yang hadir
di ruangan itu seretak berucap “jebing, jebing”, yang mengandung makna
bahwa kelak bayi yang dikandung diramalkan akan berjenis kelamin
perempuan.
Selanjutnya, perempuan
hamil tersebut dibimbing oleh dukun baji ke belakang rumah untuk
menjalani prosesi pemandian. Ia kemudian didudukkan di sebuah bangku
kayu yang rendah dan di dekatnya disediakan air komkoman pada sebuah
periuk tanah. Setelah itu, sang dukun baji sambil memegang gayung yang
terbuat dari tempurung kelapa dan ranting beringin, memasukkan uang
logam ke dalam komkoman dan mulai memandikan perempuan hamil itu.
Sesudah dukun selesai mengguyur, maka satu-persatu perempuan kaum
kerabatnya mulai bergiliran mengguyur hingga air di dalam komkoman
habis.
Selesai dimandikan, ia dibawa
masuk lagi ke kamarnya untuk dirias dan dipakaikan busana yang paling
bagus. Kemudian, ia dibawa menuju ke ruang tamu untuk diperlihatkan
kepada para hadirin. Saat itu, para hadirin akan mengucapkan kata-kata
“radin, radin”, yang artinya “cantik”. Ucapan itu dimaksudkan sebagai
persetujuan hadirin bahwa pakaian yang dikenakannya sudah serasi dan
sesuai.
Setelah itu, acara
diteruskan dengan penyerahan dua buah cengker yang telah digambari
Arjuna dan Sembodro kepada Kyae untuk didoakan. Setelah selesai
pembacaan doa yang diamini oleh segenap yang hadir, Kyae lalu menyerakan
kedua cengker tersebut kepada mertua perempuan untuk diletakkan di tempat
tidur menantu perempuannya yang sedang hamil itu. Sebagai catatan,
cengker itu tetap ditaruh di tempat tidur hingga si perempuan melahirkan
bayinya. Dan, dengan adanya cengker di sisi tempat tidurnya, maka sejak
saat itu suaminya tidak diperkenankan lagi menggauli hingga bayi yang
dikandungnya lahir dan telah berumur 40 hari.
Selanjutnya,
perempuan hamil itu dibawa masuk lagi ke dalam kamarnya dan diberi
minum jamu dek cacing towa yang ditempatkan dalam sebuah cengkelongan
(tempurung gading). Setelah jamu dek cacing towa diminum, maka
cengkelongan itu segera dilemparkan ke tanean (halaman). Apabila
cengkelongan jatuhnya tertelentang, maka bayi yang akan lahir
diperkirakan berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan, apabila
tertelungkup, maka bayi yang akan lahir diperkirakan berjenis kelamin
perempuan.
Setelah itu, si perempuan
hamil disuapi dengan sedikit nasi ponar (nasi kuning), ketan yang
diberi warna kuning dan telur rebus. Makanan itu tidak dimakan sampai
habis. Dengan berakhirnya tahap pemberian nasi ponar ini, berakhirlah
seluruh rentetan upacara pelet kandung.
Sebagai
catatan, sejak saat diadakan upacara nandai, pelet kandung, hingga
melahirkan, perempuan yang sedang hamil itu harus mematuhi berbagai
macam pantangan, baik pantangan memakan makanan tertentu maupun
pantangan melakukan perbuatan tertentu. Pantangan yang berupa makanan
diantaranya adalah:
- pantang memakan juko lake (sejenis binatang yang
bersengat),
- kepiting,
- bilang senyong,
- me eme parsong (sejenis
cumi-cumi),
- daging kambing,
- ce cek (kerupuk rambak),
- petis,
- nenas muda,
- durian,
- tepu,
- mangga kweni lembayung,
- dan plotan lembur.
Apabila
pantangan ini dilanggar, maka akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti: keguguran, bayi yang dikandung terkena saban (sawan), proses
melahirkan tidak lancar, dan banyak darah yang keluar pada saat
melahirkan.
Sedangkan pantangan yang
berupa tindakan atau perbuatan diantaranya adalah:
- tidak boleh kerja
berat berat,
- bekerja secara tergesa-gesa dan mendadak,
- berjalan cepat,
- naik-turun tangga,
- menyiksa binatang,
- tidur melingkar,
- duduk di ambang
pintu, etampe (makan sambil menyangga piring),
- san rasanan (bergunjing,
mencela, menyumpah, dan bertengkar dengan orang lain),
- dan bersenggama
pada hari-hari tertentu (Selasa, Rabu, Sabtu dan Minggu).
Apabila
pantangan-pantangan ini dilanggar, sebagian masyarakat Madura percaya bahwa kandungan yang nantinya akan dilahirkan akan mengalami cacat.
Yang ketiga yaitu karapan sapi
Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu : babak
pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk
memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi
yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan
kelompoknya.
Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok
menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan
sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari
kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali
beberapa pasang sapi yang memempati kemenangan urutan teratas di
masing-masing kelompok.
babak Ketiga atau semifinal, pada babak ini masing sapi yang menang
pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang
sapi pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau
babak final, diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari
kelompok kalah.
ini saya tampilkan video tentang karapan sapi, bagi yang belum pernah menyaksikan:
Makanan khas madura
beraneka ragam makanan khas asal madura, yang tentunya banyak digemari di nusantara. contohnya
1. sate madura
2. soto daging khas madura
3. kue tatabun
4. nasek serpang
5. nasi jagung
6. kaldu soto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar